“lalu
bagaimana jika tahun depan hasil ronsenanmu itu yang berawarna putih makin
melebar? Kamu tidak takut?”
“buat apa
takut, kalau ada mujizat ya alhamdulliah, kalau gaada ya pasrah sama Allah
sayang, sudah jangan kawatirkan aku, jangan lupa makan kamu belum makan hari
ini kan? Kamu tidak mau sakit seperti aku ini kan?”
“apa artinya
hidup kalau sebagian dari nyawaku sakit? Seharusnya satunya juga sakit”
“kamu pintar
gombal rupanya, sebentar aku tutup dulu ya ada ayah”
Sedikit
percakapan membuat hatiku lega, ya walaupun hanya diujung telefon yang kadang
sinyal memutuskan kita.
Tapi aku
senang, aku senang selalu bersamamu.
Apa yang
salah dari kita? Semua sama dimata Tuhan, tidak ada yang dibedakan dimana yang
sembuh tercipta dengan yang sembuh bahkan sebaliknya.
Senin aku
menunggu...
Selasa aku
masih menunggu dan melihat, melihat apakah kau baik-baik saja.....
Rabu kau
masih tak ada disini, pagi hari atau kemudian..
Kamis juga
masih kosong
Jum’at,
sabtu, atau minggu, tiada hari tanpa merindukanmu... tiada hari kau akan
kembali..
Menjadi tua
dalam hari-hari kita, dimana kau ada disampingku, hari dimana kita saling
berpegangan tangan.
Berapa lama
aku akan seperti ini? Aku tak tahu, berapa bulan, atau berapa tahun?
Berapa
miliar kenangan masa lalu kita bersama, aku selalu merindukanmu.
Aku ingin
memberitahumu bahwa kau telah berhasil sejak awal, tapi aku aneh selalu saja
membayangkan orang yang sudah lenyap mungkin ditelan bayangan.
Tahukah kau,
saat kurebut hapemu kutemukan pesan dari teman perempuanmu. Kau tahu aku
terluka? Tapi aku berusaha untuk menutupinya. Mengapa waktu kita selalu salah?
Tahukah
permintaanku itu? Tapi kamu membalasnya “bisakah kita berteman saja” rela merendahkan
emansipasiku, hanya demi menuruti perasaanku, perasaan yang teraabaikan.
Tuhan aku
harus apa? Apa Kau bosan dengan laki-laki yang belakangan ini sering aku
curhatkan padaMu? Apa Kau akan tertawa jika aku menangisi nya? Apakah aku
konyol? Jawab Tuhan! jangan diam! Bicaralahhh!
Jika aku
bisa menggantikan posisinya, biarkan aku saja..
Jika aku
bisa melakukannya biar aku saja yang menghadapMu Tuhan..
Merelakan
nyawa untuk orang? Mungkin bodoh, tapi apa buat untuk orang yang kita sayang?
Apa saja rela.
Terlentang
di Rumah Sakit, taukah saat itu aku takut sekali? Takut dengan jarum suntik?
Takut dengan jarum yang akan dimasukan kedalam tanganku berhari-hari?
Bayangkan....
Kamu bilang
“jarum itu nggak sakit, aku sering digituin, kamu kuat kok”
Begitu
bodohnya kamu merayu aku, dengan cara apapun aku tidak akan percaya bahwa jarum
ditusukkan kedalam tubuh itu tidak sakit, mustahil. Tapi yasudahlah, aku rela
demi kesembuhanku.
Tahukah kamu
jam 8 lebih lima aku mulai diruang oprasi, tahukah kamu, aku hampir nangis, ya
aku memang cengeng lalu kamu bilang lagi
“kalau kamu
takut kamu berdoa. kamu dibius, kamu gabakal sakit, kalau kamu tidak percaya
yaudah kalau sampai sakit besok waktu masuk sekolah pukul aku sekuatmu, sampai
tanganmu lecet juga gapapa, ayoo semangat katanya kangen aku:p”
Aku percaya,
dengan muka pasrah aku menidurkan diri diruang oprasi rasanya dingin, sedikit
gelap, banyak gunting, tangan kakiku diikat, ada alat detak jantung ditempelkan
di dada dan dijepitkan ditanganku, obat bius yang dimasukan secara perlahan
kedalam infusku sangat dingin rasanya, sakit sekali. Demi nama Bapa Putra dan
Roh Kudus....
Memang cinta
bisa mengalahkan segalanya, termasuk rasa takut
3 jam aku
tak sadarkan diri sudah tiba diruang ICU, mulutku yang masih ditutup dengan
oksigen, mataku yang sangat sayu sangat susah untuk dibuka, suaraku yang
pelan....... “suster mana mama” “mama diruang bawah non, sabarya kamu harus
better rest tidak boleh gerak”
Jam 3 sore
akhirnya aku dipindahkan kekamarku, “ma hape ma, mama tadi aku gakerasa apa2
lho”
Aku rasa ada
yang kurang.......
“sukses?”
“sukses
dong”
“kan, yes
aku gak jadi dipukuli aku bilang juga apaa?”
“kamu
dimana?”
“rumah
sakit”
Kenapa?
Penyakitmu kumat lagi? Kenapa penyakitmu, macam penyakit yang tidak bisa
dioprasi? Kenapa hanya tergantung obat? padahal obat tidak menjamin nyawamu?
Tahukah kamu aku selalu sedih, selalu berdoa untuk kamu? Cuma itu yang bisa
kulakukan, menangis. Kita memang hampir terpisah, tapi perasaanku belum bisa
lepas darimu. Aku takut kehilangan seseorang yang tak lagi kumiliki... kamu.
Percayalah kamu kuat, lebih kuat dari berat badanmu tuan, saya yakin.
Dibuat jam 7 malam setelah dia menelfon saya dan curhat pada
saya
Maaf sedikit
kuedit kata-kata-mu hehe